BAB I
PENDAHULUAN
Banyaknya
permasalahan yang muncul di dunia kerja, khususnya yang
berkaitan dengan para tenaga kerja merupakan suatu tantangan bagi pihak
perusahaan atau instansi terkait. Salah satu masalah tersebut adalah masalah
kebosanan kerja. Penyebabnya bisa bermacam-macam dan salah satunya adalah
rutinitas yang dirasakan monoton sebab selalu harus dikerjakan setiap hari
dalam bentuk pekerjaan yang sama. Kebosanan ini memiliki dampak terhadap
produktivitas atau kinerja naker yang pada akhirnya juga merupakan masalah bagi
perusahaan atau organisasi. Apabila tidak ditanggulangi dengan segera maka lama
kelamaan akan berpotensi mengakibatkan kecelakaan kerja.
Kebosanan berhubungan
dengan ketidaknyamanan kerja dan tugas rutin. Menurut Geiwitz , kebosanan
merupakan suatu hal yang kompleks dan individual sifatnya. Tidak semua individu
dapat bertahan terhadap jenis pekerjaan yang sama atau monoton.
Tenaga kerja yang
merasa bosan dengan pekerjaan yang rutin dan sederhana akan berakibat karyawan
tersebut melakukan kesalahan, lamban dalam bekerja, dan cenderung
bercakap-cakap saat bekerja. Seorang tenaga keja yang merasa bosan atau jenuh
akan mengalami suatu ketegangan, rasa lemah, cepat marah, sulit berkonsentrasi
maupun sulit bekerja secara efektif.
Suatu pekerjaan agar
tidak menimbulkan kebosanan, tidak hanya ditentukan oleh kemampuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh pekerja tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan
prosedur kerja, uraian kerja yang jelas, persyaratan jabatan yang jelas untuk
mendukung uraian jabatan tersebut, peralatan yang tepat dan lingkungan yang
nyaman. Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk mencegah atau mengurangi rasa
bosan akibat kerja monoton.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Definisi
1.
Kerja Monoton
Kerja monoton adalah keadaan dimana
berkurangnya aktivitas tubuh yang terjadi selama bekerja berulang-ulang dengan
ruang kerja yang sempit. Hal ini kurang
mendapat perhatian sehingga menyebabkan kantuk, kelelahan, dan penurunan
adaptasi serta responsif. Semua ini bisa hilang ketika adanya perubahan
aktivitas kerja. Dalam terminologi Plath dan Richter (1984) dan dalam ISO
10075, monoton bukanlah karakteristik tugas, tetapi reaksi jangka pendek dari
ketegangan individu (Thackray, 1981).
2.
Kejenuhan
Kejenuhan adalah efek dari kerja
berulang yang berupa gugup,gelisah,dan emosional serta terjadi hyperactiviation fisiologis.
Sama halnya dengan monoton,kejenuhan menghilang
sepenuhnya dengan perubahan aktivitas tubuh. Di sisi lain kejenuhan di
akibatkan oleh banyaknya tugas yang dikerjakan. Menurut Plath and Richter (1984) dalam Thackray (1981), rasa stres adalah efek yang
di terima dari reaksi tubuh terhadap tekanan psikilogis akibat beban kerja yang
berlebihan sehingga dapat terjadi frustasi sedangkan jangka pendek efek strain berkembang
sebagai reaksi langsung terhadap kondisi kerja tertentu misalnya, selama atau pada akhir shift kerja. Kelelahan akan berkembang setelah berulang, berkepanjangan, dan kegagalan kerja.
Kebosanan merupakan reaksi yang sedang
berlangsung kronis untuk suatu pekerjaan dan respon negatif terhadap ketegangan dalam bekerja (Shirom, 1989),yang tidak segera reversibel setelah perubahan dalam tugas atau kondisi kerja, misalnya dengan memiliki istirahat atau perubahan dalam tugas kegiatan. Konseptualisasi burnout berbeda dari kelelahan karena reversibel dengan penyembuhan yang cukup dan atau kerja monoton yang hilang dengan perubahan dalam beraktivitas. Dengan demikian burnout merupakan kronis jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, ditandai
dengan kombinasi
dari fisik,kognitif,dan emosional.(Richter & Hacker, 1998 dikutip dalam Thackray,
1981).
3.
Psikologi Kerja
Psikologi kerja merupakan psikologi yang dikaitkan dengan keadaan
kerja. Psikologi kerja erat kaitannya dengan keadaan mental tenaga kerja.
Keadaan mental tenaga kerja selain dipengaruhi oleh factor-faktor di dalam
lingkungan kerja, juga dipengaruhi oleh factor-faktor di luar kerja.
Kondisi mental tenaga kerja yang tidak baik dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan kesehatan jiwa, dan dapat berpengaruh terhadap sasaran atau
tujuan kesehatan kerja, sehingga psikologi kerja juga erat kaitannya dengan
kesehatan kerja. Sasaran dan tujuan dari keselamatan kerja adalah untuk
mendapatkan derajat kesehatan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental
maupun social serta untuk mendapatkan derajat produktivitas tenaga kerja
setingi-tingginya. Dengan demikian gangguan mental tenaga kerja dapat
mempengaruhi produktivitas kerja. Biasanya individu yang mudah menderita
gangguan mental (jatuh sakit) adalah individu yang mempunyai struktur
kepribadian yang lemah.
4.
Stress Kerja
Stress merupakan factor penyebab terjadinya gangguan mental
(gangguan jiwa). Stress adalah tekanan mental (problem kejiwaan) yang tidak
dapat diadaptasi (dihilangkan) dan selalu ada dalam alam pemikiran seseorang,
dan merupakan konflik mental.
Stress
dapat berasal dari:
a.
Hubungan
antara teman sekerja yang tidak baik
b.
Hubungan
dengan atasan yang tidak baik
c.
Kekhawatiran
kerja (bekerja di lingkungan yang berbahaya)
d.
Upah yang
kurang
e.
Kerja yang
membosankan, kerja monoton
f.
Kerja yang
tidak menyenangkan
g.
Kerja
terpaksa, dll
(Rahmawati, 2008)
B. Akibat
kerja monoton
1. Kebosanan
kerja
Kebosanan
kerja telah menjadi masalah yang semakin penting dan kecenderungan ini diduga
akan terus meningkat pada masa yang akan datang. Kebosanan kerja, penyebabnya
bisa bermacam-macam, salah satunya adalah rutinitas atau pekerjaan yang
dirasakan monoton sebab selalu harus dikerjakan setiap hari dalam bentuk yang
sama.
Kebosanan memiliki dampak terhadap produktivitas atau kinerja
karyawan, yang pada akhirnya juga merupakan masalah bagi perusahaan ataupun
organisasi. Apabila tidak ditanggulangi dengan segera, pada awalnya kebosanan
dapat mengurangi produktivitas, tetapi lama-kelamaan juga dapat berpotensi
mengakibatkan kecelakaan kerja. Kebosanan berhubungan dengan ketidaknyamanan
kerja dan tugas rutin. Menurut
Geiwitz (1996)
dalam Anitawidanti (2010), kebosanan
kerja merupakan suatu hal yang kompleks dan individual sifatnya. Tidak semua
individu dapat bertahan terhadap jenis pekerjaan yang berulang–ulang atau pada
pekerjaan yang sama. Kebosanan kerja adalah suatu sumber frustasi fundamental
bagi karyawan.
Karyawan atau pegawai yang merasa bosan terhadap suatu pekerjaan
yang rutin dan sederhana akan berakibat karyawan tersebut melakukan kesalahan,
lamban dalam bekerja, dan cenderung bercakap–cakap dalam bekerja. Seorang
tenaga kerja yang merasa sangat bosan atau jenuh dengan pekerjaannya mungkin
akan mengalami suatu ketegangan, rasa lemah, cepat marah, sulit berkonsentrasi
maupun sulit bekerja secara efektif.
Banyak faktor yang dapat menyebabkan seorang pekerja atau karyawan
bersikap bosan, acuh, dan tidak bergairah melakukan pekerjaannya ini, antara
lain tidak cocok dengan pekerjaannya, tidak tahu bagaimana melakukan pekerjaan
yang baik, kurang insentif, lingkungan kerja yang tidak menyenangkan, dan
lain–lain. Kebosanan dapat terjadi pada tenaga kerja yang bekerja secara
monoton, berulang–ulang, serta pelaksanaan atau kegiatan yang tidak menarik.
Namun ada kalanya kebosanan juga dapat ditimbulkan oleh hal–hal yang semula dianggap
mengasyikkan. Menurut Anastasi (1989)
dalam Anitawidanti (2010) mengatakan
bahwa factor yang mempengaruhi kebosanan kerja meliputi factor individu, factor
lingkungan kerja, dan faktor pekerjaan itu sendiri.
Suatu pekerjaan agar tidak menimbulkan kebosanan, tidak hanya
ditentukan oleh kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki oleh pekerja atau
karyawan saja, tetapi juga dipengaruhi oleh penguasaan prosedur kerja, uraian
kerja yang jelas, persyaratan jabatan
yang jelas untuk mendukung uraian jabatan tersebut, peralatan kerja yang tepat
atau sesuai lingkungan kerja, dan sebagainya. Menurut Papu (2002) dalam Oktaria (2009), banyak perusahaan yang melakukan berbagai tindakan pencegahan
kebosanan kerja untuk membuat para pekerja tidak merasa bosan dan jenuh dengan
kegiatan yang harus dilakukan sehari-hari, dengan cara melakukan rotasi kerja,
melibatkan pekerja dalam pengambilan keputusan melaksanakan pertemuan semua
karyawan, memberikan kesempatan untuk melakukan cuti, dan masih banyak lagi hal
lainnya. Semua kegiatan tersebut bertujuan untuk mencegah atau mengurangi
kebosanan kerja pada karyawan.
2.
Stress kerja
Timbulnya stress
kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap yaitu tahap pertama, reaksi
awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa gejala/tanda,namun
masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri. Tahap kedua, reaksi
pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa tertentu dapat
kembali kepada keseimbangan. Bila stress ini terus berlanjut terus dan
mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi maka berlanjut ke tahap
ketiga, yaitu kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi telah kolaps (layu).
Menurut Anoraga ( 2001) dalam Oktaria (2009), gejala
stres adalah sebagai berikut:
a.
Menjadi mudah
marah dan tersinggung
b.
Bertindak secara
agresif dan defensive
c.
Merasa selalu
lelah
d.
Sukar
konsentrasi ,pelupa
e.
Jantung
berdebar-debar
f.
Otot
tegang,nyeri sendi
g.
Sakit
kepala,perut dan diare.
Cara mencegah dan
mengendalikan stress kerja menurut Sauter (1990) dalam Rahmawati (2008) adalah sebagai
berikut:
a.
Beban kerja
fisik maupun mental harus disesuaikan dengan kemampuan dan
b.
kapasitas kerja
pekerja yang bersangkutan dengan menghindarkan adanya beban berlebih maupun
yang ringan.
c.
Jam kerja harus
disesuaikan baik terhadap tuntutan tugas maupun tanggungjawab diluar pekerjaan
d.
Setiap pekerja
harus diberikan kesempatan untuk mengembangkan karier,mendapatkan promosi dan
pengembangan kemampuan keahlian.
e.
Membentuk
lingkungan sosial yang sehat yaitu antara pekerja yang satu dengan yang
lain,supervisor yang baik dan sehat dalam organisasi.
f.
Tugas-tugas
pekerjaan harus didesain untuk dapat menyediakan stimulasi dan kesempatan agar
pekerja dapat menggunakan ketrampilannya.
3. Kelelahan/keletihan
kerja
Menurut Mangkunegara (2005:108)
bahwa keletihan kerja terdiri
atas dua macam yaitu keletihan psikis dan keletihan fisiologis. Penyebab
keletihan psikis adalah kebosanan kerja akibat kerja yang monoton, sedangkan
keletihan fisiologis dapat menyebabkan meningkatnya absensi, turn over,
dan kecelakaan kerja.
Kelelahan
merupakan suatu pola yang timbul pada suatu keadaan, yang secara umum terjadi
pada setiap individu, yang lelah tidak sanggup lagi untuk melakukan
aktivitasnya. Kelelahan yang terjadi pada setiap orang diakibatkan oleh dua
hal, yaitu kelelahan fisik dan kelelahan mental. Kelelahan fisik berkenaan
dengan jasmani seseorang, seperti badan pegal-pegal, otot tegang dan lain-lain.
Sedangkan kelelahan mental berkenaan dengan perasaan seseorang seperti kurang
semangat, kurang motivasi yang berakibat kemalasan dalam bekerja.
Banyak
cara yang dilakukan untuk mengatasi kelelahan kerja. Pemilihan cara mengatasi
kelelahan yang tepat dapat mempercepat proses pemulihan kelelahan kerja baik
kelelahan fisik maupun kelelahan mental.
Pemulihan
fatigue atau perasaan lelah ini dapat di atasi dengan istirahat. Periode
istirahat ini dibutuhkan bagi pekerjaan yang mengerahkan tenaga atau pikirannya
dan harus dilakukan apabila terjadi kelelahan. Semakin besar rasa lelah, maka
waktu yang dibutuhkan pada waktu istirahat untuk pemulihan akan menjadi semakin
lama. Selain itu, sikap seseorang terhadap pekerjaannya akan menentukan tingkat
kebutuhan akan periode istirahat yang dilakukan.
C. Pengendalian
1. Manajemen kerja
a. Pengaturan shift kerja
Pengaturan shift
kerja diperlukan agar pekerja tidak merasa bosan dengan pekerjaan yang monoton.
Pengaturan shift kerja dapat berupa rotasi kerja dan perputaran kerja
(Deviyanti, 2008).
b. Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja yang tidak hanya terpusat pada kesejahteraan finansial,
tetapi juga kesejahteraan nonfinansial. Manajemen dapat membantu tenaga kerja
dalam menanggulangi stres kerja yang dialami dengan memberikan tantangan kerja
yang proporsional kepada tenaga kerja, meningkatkan perhatian pada kehidupan
beragama tenaga kerja, membantu tenaga kerja untuk menjalani hidup yang lebih
sehat, mengembangkan program rekreasi bersama guna memulihkan kondisi fisik dan
mental tenaga kerja yang kemungkinan menurun akibat pekerjaan. Selain itu,
manajemen hendaknya tidak hanya mempertimbangkan beban kerja, kompetensi,
evaluasi jabatan, dan sistem grading dalam menentukan imbal jasa kepada
tenaga kerja, kebutuhan tenaga kerja di tengah tuntutan hidup yang semakin
meningkat sebaiknya dipertimbangkan, namun manajemen tetap memerhatikan kesinambungan
kinerja perusahaan.
c. Meningkatkan
komunikasi organisasional dengan tenaga kerja baik formal maupun tidak formal
untuk mengurangi ketidakpastian, yakni mengurangi ketidakjelasan peran dan
konflik peran. Manajemen dapat menggunakan komunikasi yang efektif seperti
mengadakan tukar pendapat antara tenaga kerja dengan atasan terkait dengan
permasalahan pekerjaan secara berkala dan rutin yang dapat dilakukan minimal
dua kali dalam satu minggu. Ini dilakukan sebagai cara untuk membentuk persepsi
tenaga kerja mengingat bahwa apa yang dikategorikan tenaga kerja sebagai
peluang, kendala atau tuntutan, hanyalah merupakan suatu penafsiran, di mana
penafsiran tersebut dapat dipengaruhi oleh tindakan yang dikomunikasikan pihak
manajemen.
d. Sistem penilainan kerja
Mempertahankan
sistem penilaian kinerja yang sudah baik, tetapi tetap meninjau ulang dan
memerhatikan harapan tenaga kerja terkait dengan teknis penilaian kinerja dan
meningkatkan pengawasan terhadap pelaksanaan penilaian kinerja untuk
menghindari kemungkinan terjadinya subjektivitas penilaian, sehingga dapat
dihasilkan penilaian kinerja yang objektif.
2.
Upaya lain
Upaya lain yang dapat dilakukan
manajemen adalah:
a. Merumuskan
suatu kebijaksanaan untuk membantu para tenaga kerja menghadapi berbagai stres.
b. Menyosialisasikan
kebijaksanaan tersebut kepada seluruh tenaga kerja.
c. Melatih
para manajer agar peka terhadap timbulnya gejala stres di kalangan para
bawahannya dan dapat mengambil langkahlangkah tertentu.
d. Melatih
para tenaga kerja mengenali dan menghilangkan sumber stres.
e. Memantau
terus-menerus kegiatan organisasi.
f. Menyempurnakan
rancang bangun tugas dan tata ruang kerja.
g. Menyediakan
jasa bantuan bagi para tenaga kerja apabila mereka menghadapi stres (Rahmawati, 2008).
h. Peningkatan motivasi kerja
dengan pemberian penghargaan
Penghargaan, pengakuan atau recognition atas
suatu kinerja yang telah dicapai seseorang merupakan perangsang yang kuat.
Pengakuan atas suatu kinerja akan memberikan kepuasan batin yang lebih tinggi
daripada penghargaan dalam bentuk materi atau hadiah.
BAB
III
KESIMPULAN
1.
Kerja monoton adalah
keadaan dimana berkurangnya aktivitas tubuh yang terjadi selama bekerja
berulang-ulang dengan ruang kerja yang sempit.
2.
Akibat dari
Kerja monoton yaitu kebosanan kerja,stress kerja, dan kelelahan atau keletihan
kerja.
3.
Pengendalian
Kerja Monoton antara lain dengan menejemen kerja dan upaya lain
DAFTAR
PUSTAKA
Anitawidanti, Hafni. 2010. Analisis Hubungan
Antara Stres Kerja Dengan Kepuasan Kerja Karyawan Berdasarkan Gender.
Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Semarang.
Deviyanti,
Sri. 2008. Studi Perbandingan Sistem Kerja Statis Dengan Rolling Tugas Operator Pada
Unit Pengepakan Terhadap Peningkatan Output Produksi di PT.ISM Bogasari Flour
Mills Surabaya. Teknik
Industri UNIPRA. Surabaya.
Mangkunegara, Anwar Prabu.2005. Evaluasi Kinerja SDM. Refika Aditama.
Bandung.
Oktaria,
Yudit. 2009. Telaah Kebosanan Kerja
Karyawan Pabrik SSP II Unit Peleburan PT. KS dan Cara Untuk Mengatasinya.
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma. Jakarta.
Siti Rahmawati.2008. Analisis Stres Kerja Karyawan pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero)
Tbk Cabang Bogor. Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen. Hal : 120-121.
Thackray,
Richard. 1981. The Stress of Boredom and
Monotony: A Consideration of The Evidence. Phychosomatic Medicine, Vol. 43,
No. 2
Tidak ada komentar:
Posting Komentar